Perkembangan Perniagaan dan Uang Di Masa Islam
Pra berdirinya
pemerintah Islam, jazirah Arab dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan
internasional yang menghubungkan Eropa dan Asia. Pergerakan perdagangan yang
menghubungkan benua tersebut sejak ribuan tahun lalu dikenal sebagai Jalur
Sutera (Silk Road). Berabad-abad yang lalu, beberapa agama-agama di dunia
bergerak dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jalur lalu
lintas perdagangan yang diperkuat pula oleh bertambahnya populasi manusia.
Jalur sutera merupakan nama dari lalu lintas penyebaran
Sutera China dari Timur ke Barat, dan sutera china sangat populer di daerah
Kekaisaran Romawi hingga menyebar ke jazirah Arab. Saat itu, metode pertukaran
transaksi perdagangan masih menggunakan sistem barter (saling menukar
komoditi), contohnya orang-orang China yang membawa sutera ke wilayah Barat,
mereka pertukarkan dengan emas, perak, dan wol ke China.
Pada awal tahun 600 M sebelum Islam di Arab bagian
selatan, hadir seorang pemuda yang dikenal sebagai pedagang di masa mudanya,
sebelum diutus sebagai Nabi dan Rasul terakhir setelah Nabi Isa as, yang
merupakan keturunan dari Nabi Ismail as, anak dari Nabi Ibrahim as. Di masa
Islam telah jaya di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, menghadirkn sebuah
model kepemimpinan Islam yang bernilai tinggi dalam aktivitas komersial yang
tidak dapat dibandingkan dengan kebudayaan manapun di masa itu.
Pemerintahan Islam terbentuk dari penaklukan secara adil
dengan mengikuti jalur perdagangan internasional yang telah dipergunakan para
pedagang Timur dan Barat selama berabad-abad sebelumnya. Penguasaan tersebut
akhirnya melahirkan sebuah tatanan kehidupan baru sehingga berdampak pula pada
terciptanya tata niaga yang diatur dalam hukum Islam.
Tatanan niaga yang terbentuk di masa Pemerintahan Islam
sangat berpengaruh pada pekembangan perdagangan dan ekonomi secara global,
sehingga transaksi-transaksi yang terjadi semakin beragam dan kompleks. Di masa
awal sebelum Islam, orang-orang Arab sudah mengenal alat tukar berupa uang dari
emas dan perak yang dikenal sebagai dinar dan dirham, hingga oleh Pemerintahan
Islam berkuasa, ditetapkanlah sebagai mata uang resmi saat itu. Walaupun kita
ketahui bahwa dinar dan dirham bukan berasal dari Arab dan bukan ditemukan oleh
orang-orang Arab. Dinar adalah alat tukar resmi di Romawi (Barat) dan Perak
adalah alat tukar resmi di wilayah Persia (Timur).
Sebelum Pemerintahan Islam terbentuk di Jazirah Arab
waktu itu, Romawi dan Persia telah menguasai dan berpengaruh banyak pada
wilayah Arab waktu itu. Sehingga, dinar dan dirham sudah cukup dikenal dan
dipergunakan dalam setiap transaksi perdagangan oleh pedagang-pedagang Arab kala
itu.
Koin dinar dan dirham secara fisik memiliki berat yang
tetap serta kandungan emas dan peraknya juga tetap. Namun sempat terjadi
perubahan setelah masa-masa pemerintahan Islam berganti oleh dinasti-dinasti
berkuasa, seperti pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, koin dinar dan
dirham mengalami perubahan berat dari sebelumnya.
Selain menggunakan dinar dan dirham, pada awal masa
pemerintahan Islam juga menggunakan metode pembayaran kredit. Pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, kredit yang dituangkan dalam bentuk surat-surat
utang diterbitkan oleh pemerintah untuk dipergunakan oleh negara dan masyarakat
yang melakukan transaksi perdagangan dengan nilai yang besar dan membutuhkan
jarak yang jauh, oleh karenanya penggunaan logam dinar dan dirham akan menyulitkan.
Penawaran dan Permintaan Uang
Uang merupakan instrument moneter. Terjadinya pertukaran
dalam transaksi jual beli membutuhkan alat tukar yang diakui secara resmi dan
memiliki nilai. Maka uang berperan sebagai alat tukar dalam jual beli.
Ketersediaan uang secara umum akan berpengaruh pada besarnya jumlah transaksi
perdagangan. Di masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw di Madinah pernah melakukan
impor dinar dan dirham dari Roma dan Persia, dengan cara melakukan ekspor
komoditi kepada dua negara tersebut.
Besarnya volume impor uang
dan komoditas bergantung pada volume komoditas ekspor. Jika permintaan uang
(money demand) meningkat, maka dilakukan impor uang, sedangkan jika permintaan
uang menurun, maka uang yang akan diimpor.
Pemikiran
Islam tentang Keuangan Publik
Dari sudut
analisis ekonomi, kebijakan menyatukan orang-orang muhajirin dengan Ansar
memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, membuat negara Madinah yang makmur
di kemudian hari. Kebijakan fiskal memainkan peran penting dalam sistem ekonomi
Islam jika dibandingkan dengan kebijakan moneter. Adanya larangan riba dan
kewajiban pengeluaran zakat menyiratkan pentingnya posisi kebijakan fiskal
dibandingkan dengan kebijakan moneter. Mengingat saat itu negara Islam dibangun
Nabi tidak mewarisi properti di pendirinan sebagai layaknya sebuah negara, maka
kebijakan fiskal adalah peran penting dalam membangun negara Islam.
Keuangan Masyarakat Muslim
Di bidang
keuangan Islam, kebijakan keuangan harus disesuaikan dengan sasaran yang harus
dicapai oleh pemerintahan Islam. Ada perbedaan mendasar dari tujuan kegiatan
ekonomi dalam ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam. Lebih tujuan ekonomi
konvensional adalah material dan tidak mempertimbangkan aspek ‘immaterial’.
Setiap analisis dimaksudkan untuk mengukur hasil dari kegiatan ini dari sudut
pandang biasa-biasa saja. Sementara itu, ekonomi Islam memiliki tujuan yang
sangat komprehensif tentang aspek-aspek material dan spiritual baik untuk
kehidupan di dunia dan akhirat.
Negara Islam
pertama didirikan di dunia adalah negara yang dibangun Nabi di Madinah yang
kita kenal sebagai Negara Islam Madinah. Negara ini dibangun berdasarkan
semangat Islam yang tercermin dari Alquran dan kepemimpinan Nabi. Modal utama
yang digunakan untuk membangun negara ini bukanlah uang tetapi roh adalah
ditanamkan ketauhidan Rusulullah masyarakat Madinah. Pada waktu itu muhajirin
yang melarikan diri dari Mekah ke Madinah dan datang tanpa membawa perlengkapan
yang memadai. Sementara di Madinah, tidak ada aturan yang terorganisir dengan
baik.
Beberapa
kebijakan telah diambil oleh Nabi untuk memperkuat pemerintah yang ada. Di
bidang ekonomi, dalam rangka mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada,
maka langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Nabi adalah:
1. Membangun
masjid sebagai pusat Islam yang digunakan selain untuk ibadah juga untuk
kegiatan lain seperti tempat pertemuan parlemen, sekretariat, Mahkamah Agung,
markas besar tentara, kantor urusan luar negeri, pusat pendidikan, sebuah
tempat pelatihan bagi luas penyebaran agama, asrama, Baitul Maal, di mana dewan
dan tamu.
2. Dalam rangka
untuk memacu kegiatan ekonomi akan membawa bersama antara mujahirin Nabi dengan
Ansar. kelompok Ansar memberikan sebagian dari kekayaan mereka untuk muhajirin
yang akan digunakan dalam kegiatan produksi sampai muhajirin dapat melaksanakan
hidupnya.
Dalam hal
analisis ekonomi Islam, kebijakan menyatukan orang-orang muhajirin dengan Ansar
memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. persaudaraan itu telah dibuat
Negeri Madinah sebagai negara makmur di masa depan.
Pada hari-hari
awal Pemerintah Negara Islam, keuangan publik Islam dan kebijakan fiskal belum
banyak berperan dalam kegiatan ekonomi .. tidak menjalankan kebijakan fiskal
yang dilakukan dalam analisis kebijakan fiskal saat ini, karena saya tidak
menemukan penerimaan negara pada saat itu. Nabi Muhammad dan stafnya tidak
menerima gaji biasa dari pemerintah. pendapatan Pemerintah hanya berasal dari
sumbangan publik. Zakat tidak diperlukan pada awal pemerintahan Islam. Jika
Nabi kebutuhan dana untuk membantu kaum miskin dan miskin, maka Bilal biasa
meminjam dari orang Yahudi.
Sumber
pendapatan lain untuk pemerintah di awal tahun itu kekayaan yang berasal dari
rampasan perang, dan ini diperbolehkan menjadi salah satu sumber keuangan
pemerintah setelah penurunan dalam Surah Al-Anfal (QS 8:41) dalam tahun kedua
Hijriah. Selanjutnya pada tahun kedua Hijriah Zakat Al-Fitr adalah sebuah
kewajiban yang harus dibayar oleh setiap Muslim, dan ini kemudian menjadi salah
satu sumber keuangan pemerintah.
sumber keuangan
lainnya yang berasal dari pajak yang dibayar oleh jajak pendapat
kelompok-kelompok non-Muslim, terutama para ahli Taurat, yang menjamin
perlindungan hidup dalam pemerintahan Islam. sumber lainnya adalah kharaj
(pajak tanah dikenakan pada non-Muslim), ushr (impor) dibebankan pada setiap
pedagang dibayar hanya sekali setahun dan hanya berlaku jika nilai perdagangan
melebihi 200 dirham.
Dengan waktu
dan mulai mengumpulkan sumber daya keuangan, pemerintah mulai untuk membiayai
berbagai pengeluaran terutama digunakan untuk mempertahankan eksistensi negara.
Misalnya untuk membiayai pengeluaran pertahanan, pembayaran utang, bantuan
untuk wisatawan, pembayaran gaji untuk wali, guru, dan pejabat negara lainnya.
Hanya kemudian,
turun ayat ketentuan tentang pengeluaran dana zakat kepada delapan kelompok,
sebagaimana dinyatakan dalam surat at-Tauba ayat 60 Sura. Dengan wahyu
kebijakan fiskal jelas menentukan jenis pengeluaran yang dapat digunakan pada
dana amal yang ada. Penggunaan dana zakat di luar ketentuan yang ditetapkan
oleh ayat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Alquran. Ada jelas bagaimana
ekonomi Islam sangat peduli pada orang miskin, tingkat kehidupan membutuhkan
bantuan dan diangkat ke tingkat yang layak.
Diulas sisi
keuangan publik dari pengumpulan dan pengeluaran dana zakat dapat dipandang
sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih adil. Islam tidak
menginginkan sisa properti itu di tangan seseorang. Jika properti yang telah
cukup nisabnya, maka zakat harus dikeluarkan. Jadi di sini tidak ada upaya
untuk mendorong orang untuk memutar ke properti sistem ekonomi, yang dapat
menghasilkan pertumbuhan.
Dengan
munculnya Islam, yang tercermin dari tingkat wilayah pemerintahan Islam, peran
kegiatan keuangan publik yang semakin penting. Melalui lembaga Amil zakat
adalah koleksi model pengumpulan dana amal yang pada saat itu. Lembaga Baitul
Maal merupakan ‘departemen keuangan pemerintahan Islam’.
Selain
lembaga-lembaga lembaga, pemerintahan Islam juga terdapat lembaga lain yang
berperan dalam meningkatkan lembaga kesejahteraan sosial yang terkait dengan
kegiatan-kegiatan amal. Dalam sejarah Islam, mencatat bahwa peran ini lembaga
amal begitu besar dalam sistem ekonomi.
Fiskal
Islam
Tidak seperti
kebijakan fiskal konvensional, di mana pemerintah dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi melalui berbagai insentif dalam tarif pajak atau jumlah ‘pajak. dasar
‘dari suatu kegiatan ekonomi, maka sistem zakat, segala ketentuan jumlah’ amal
tarif ‘telah ditentukan berdasarkan petunjuk dari Nabi. Oleh karena itu,
kebijakan tersebut sangat berbeda dari kebijakan pajak zakat.
Zakat adalah
komponen utama dalam sistem keuangan publik serta kebijakan fiskal utama dalam
sistem ekonomi Islam. Zakat merupakan kegiatan wajib untuk semua umat Islam.
Namun ada komponen lain, yang sukarela, yang dapat digunakan sebagai elemen
lain dalam sumber pendapatan nasional. Sukarela komponen terkait dikaitkan
dengan tingkat iman seseorang.
sumber daya
Keuangan di luar pemerintah dapat ditentukan selama tidak bertentangan dengan
ketentuan yang ada syariah. Sumber sumber keuangan baru dapat terbentuk setelah
melalui proses pemeriksaan yurisprudensi. Misalnya, apakah untuk menghapus
kemiskinan, tata kelola diperbolehkan untuk menarik pajak di luar badan amal?
Pertanyaan ini merupakan salah satu perdebatan antara para ahli hukum yang
merupakan ciri khas tentang bagaimana sebuah kebijakan fiskal dapat
diimplementasikan dalam suatu sistem pemerintahan Islam.
Sementara pajak
baru dalam keuangan publik dalam sistem ekonomi konvensional diperiksa
berdasarkan prinsip yang berbeda. Salah satu prinsip yang digunakan dalam
sistem ekonomi keuangan publik konvensional adalah prinsip keadilan. Dalam
keuangan publik, kata keadilan masalah sebagai masalah ‘etika’ yang penuh
pertimbangan nilai. Untuk itu, mereka menentukan beberapa prinsip yang harus
dipertimbangkan dalam penilaian nilai manfaat dan prinsip kemampuan untuk
membayar prinsip. Diakui, sistem analisis dalam sistem keuangan Islam publik
tidak semaju analisis pada keuangan publik konvensional. Masih perlu bekerja
keras untuk mengembangkan ide-ide yang berhubungan dengan keuangan publik
Islam. Dan Allah mengetahui yang terbaik
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Uang merupakan instrument moneter. Terjadinya pertukaran
dalam transaksi jual beli membutuhkan alat tukar yang diakui secara resmi dan
memiliki nilai. Maka uang berperan sebagai alat tukar dalam jual beli.
Ketersediaan uang secara umum akan berpengaruh pada besarnya jumlah transaksi
perdagangan. Di masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw di Madinah pernah melakukan
impor dinar dan dirham dari Roma dan Persia, dengan cara melakukan ekspor
komoditi kepada dua negara tersebut.
Besarnya
volume impor uang dan komoditas bergantung pada volume komoditas ekspor. Jika
permintaan uang (money demand) meningkat, maka dilakukan impor uang, sedangkan
jika permintaan uang menurun, maka uang yang akan diimpor.
Dari sudut analisis ekonomi, kebijakan menyatukan orang-orang
muhajirin dengan Ansar memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, membuat
negara Madinah yang makmur di kemudian hari. Kebijakan fiskal memainkan peran
penting dalam sistem ekonomi Islam jika dibandingkan dengan kebijakan moneter.
Adanya larangan riba dan kewajiban pengeluaran zakat menyiratkan pentingnya
posisi kebijakan fiskal dibandingkan dengan kebijakan moneter. Mengingat saat
itu negara Islam dibangun Nabi tidak mewarisi properti di pendirinan sebagai
layaknya sebuah negara, maka kebijakan fiskal adalah peran penting dalam
membangun negara Islam.
Islam telah membuat kebijakan yang mendorong
mengalirnya tabungan kearah investasi sekaligus untuk mencegah terjadinya
penyimpangan penggunaan tabungan pada hal-hal yang tidak diinginkan dan sia-sia
dengan batasan-batasan yang ada. Beberapa batasan itu antara lain Kanz, Riba,
dan larangan transaksi Kali-bi-Kali
Daftar Pustaka
Karim, Adiwarman Azwar. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonoi Islam. Jakarta : Rajawali pers
No comments:
Post a Comment