2.1 Konsep Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan)
serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan.
Pajak bumi dan bangunan (PBB)
adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya. Dasar
pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan
ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau
bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994. PBB
adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Termasuk
dalam pengertian bangunan adalah:
a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemenunya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b) Jalan tol
c) Kolam renang
d) Pagar mewah
e) Tempat olahraga
f) Galangan kapal, dermaga
g) Taman mewah
h) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
i) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Dasar hukum
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994.
Asas pajak
bumi dan bangunan, yaitu:
a) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
b) Adanya kepastian hukum
c) Mudah dimengerti dan adil
d) Menghindari pajak berganda
2.2
Nilai Jual Objek Pajak
Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak
pengganti.
Perbandingan
harga dengan obyek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/ metode penentuan
nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkannya dengan obyek pajak
lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya.
Nilai
perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperolah
obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut.
Nilai jual
pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak
yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut.
Besarnya
NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:
a) Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan
b) Objek Pajak Sektor Perkebunan
c) Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak
Pengusahaan Hasil Hutan, izin Pemanfaatan Kayu serta Izin sah lainnya selain
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
d) Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri
e) Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
f) Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
g) Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C
h) Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
i) Objek Pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan
Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama
j) Objek Pajak usaha bidang perikanan laut
k) Objek Pajak usaha bidang perikanan darat
l) Objek pajak yang bersifat khusus
2.3
Objek Pajak
Yang menjadi
objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan klasifikasi
bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya
dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak
terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
a) Letak
b) Peruntukan
c) Pemanfaatan
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam
menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan factor-faktor sebagai berikut:
a) Bahan yang digunakan
b) Rekayasa
c) Letak
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Objek pajak
yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang:
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak
untuk mencari keuntungan, antara lain:
o Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara
o Di bidang kesehatan, contoh: rimah sakit
o Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren
o Di bidang social, contoh: panti asuhan
o Di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakalam, atau yang
sejenis dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang
belum dibebani suatu hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang
dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa
objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain
dari anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang
ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut.
Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai pasal 2
Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
Objek pajak
yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan, penentuan
mengenai pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Yang
dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/digunakan
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelengarakan pemerintahan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak Negara yang sebagian besar besar
penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk
penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah . Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan
fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Mengenai
bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau bukan yang digunakan oleh
Negara, kewajiban perpajakannya targantung pada perjanjian yang diadakan.
Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk
masing-masing Kabupatenn/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp 12.000000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek
Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara
penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
Kepala
kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas Nama Menteri Keuangan menetapkan
besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota
(Pemerintah Daerah) setempat.
Untuk lebih
jelasnya diberikan contoh berikut ini:
a) Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan
nilai Rp 4.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk Objek Pajak wilayah tersebut
adalah Rp 6.000.000,00. Karena NJOP berada d bawah batas NJOPTKP (Rp
6.000.000,00), maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan.
b) Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dan
bangunan di desa A dan desa B dengan nilai sebagai berikut:
Desa A:
NJOP Bumi Rp
13.000.000,00
NJOP Bangunan Rp
9.000.000,00
Desa B:
NJOP Bumi Rp
8.000.000,00
NJOP Bangunan Rp
10.000.000,00
NJOPTKP untuk objek pajak wilayah
tersebut Rp 10.000.000,00
Dengan data
tersebut di atas, maka NJOP untuk perhitungan PBB-nya sebagai berikut:
Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut yang mempunya nilai paling besar, yaitu desa A. Maka NJOP untuk perhitungan PBB adalah:
Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut yang mempunya nilai paling besar, yaitu desa A. Maka NJOP untuk perhitungan PBB adalah:
NJOP Bumi Rp
13.000.000,00
NJOP Bangunan Rp
9.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan
PBB Rp 22.000.000,00
NJOPTKP Rp
10.000.000,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp 12.000.000,00
Desa B
NJOP untuk penghitungan PBB:
NJOP Bumi Rp
8.000.000,00
NJOP Bangunan Rp
10.000.000,00
NJOP sebagai dasar Pengenaan
PBB Rp 18.000.000,00
NJOPTKP Rp
0,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp 18.000.000,00
2.4
Subjek Pajak
1) Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
3) Dalam hal atas subjek pajak belum jelas diketahui wajib
pajaknya, direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana
dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.
Hal ini
berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib
pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas waib pajaknya. Untuk lebih
jelasnya diberikan contoh berikut ini:
a) Subjek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi atau bangunan
milik Y bukan karena suatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena
perjanjian, maka X yang memanfaatkan/ menggunakan bumi dan atau bangunan
ditetapkan sebagai wajib pajak.
b) Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di
pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak
tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
c) Subjek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek
pajak, sedang untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau
badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib
pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak.
4) Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no.3
dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa
ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
5) Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no.4
disetujui, maka Direktur Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib
pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya
surat keterangan dimaksud.
6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur
Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertao
alasan-alasannya.
7) Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal
diterimanya keterangan sebagaimana dalam no.4 Direktur Jendral Pajak tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
Apabila
Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai
wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan
penetapan sebagai wajib pajak.
2.5
Menentukan Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif pajak
yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap
tiga tahun oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota
(Pemerintah Daerah) setempat.
Dasar
penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya
100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya presentase ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Pada
dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah 3 (tiga) tahun sekali.
Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan
mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan
setahun sekali.
Dalam
menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota
(Pemerintah Daerah) setempat serta memperhatikan asas self assessment. Yang
dimaksud (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar
penghitungan pajak, yaitu suatu presentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Contoh:
1) Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Persentase
misalnya 20%, maka besarnya= 20% x Rp 2.000.000,00= Rp 400.000,00
2) Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Persentase
misalnya 40%, maka besarnya 40 % x Rp 2.000.000.000,00= Rp 800.000.000,00
Untuk
perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak
di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperlihatkan penerimaan, khususnya
bagi Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besarnya persentase untuk
menentukan besarnya NJKP, yaitu:
1) Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk:
a) Objek Pajak perkebunan
b) Objek Pajak kehutanan
c) Objek Pajak lainnya, wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas
bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)
2) Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk:
a) Objek Pajak Pertambangan
b) Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
2.6
Cara Menghitung Pajak, Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan
Pajak Terutang
1)
Cara Menghitung Pajak
Besarnya
pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan NJKP.
Contoh:
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang adalah:
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang adalah:
= 0,5% x 20% x (Rp
20.000.000,00- Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00
2)
Tahun Pajak , Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang
Tahun pajak
adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwin. Jangka waktu satu tahun takwin
adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Deember. Saat menentukan pajak yang
terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
Contoh:
a) Objek pajak pada tanggal 1 januari2005 berupa tanah dan
bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2005 bangunannya terbakar, maka pajak yang
terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2005,
yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
b) Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2005 berupa sebidang tanah tanpa
bangunan di atasnya. Pada tanggal 20 Agustus 2005 dilakukan pendataan, ternyata
di atas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang terutang
untuk tahun 2005 tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari
2005. Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2006.
Tempat pajak
terutang dibedakan sebagai berikut :
a) Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b) Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota. Tempat
pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Propinsi Riau
2.7
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
a)
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
Dalam rangka
pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan
dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak yang pernah
dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia
menerima SPOP, maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat
Jenderal Pajak. SPOP harus diisi denga jelas, benar, lengkap dan tepat waktu
serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak. Yang dimaksud dengan jelas dan
benar adalah:
Jelas
dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun
wajib pajak sendiri. Benar, bearti data yang dilaporkan harus sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan atau bangunan, tahun dan harga
perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
b)
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Dirjen pajak
akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. SPPT diterbitkan atas
dasar SPOP, namun untuk membantu wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan
data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.
c)
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Direktur
Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut:
1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
Wajib pajak
yang tidak menyamapaikan SPOP pada waktunya, walupun sudah ditegur secara
tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat
Teguran itu, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) secara jabatan. Apabila berdasrkan pemeriksaan atau keterangan lain yang
ada pada Direktorat Jenderal Pajak ternyata jumlah pajak yang terutang lebih
besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung atas dasar SPOP yang
disampaikan wajib pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKP secara
jabatan.
Jumlah pajak
yang terutang dalam SKP adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi
sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak. SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan objek pajak dan besarnya pajak yang terutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak. SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan objek pajak dan besarnya pajak yang terutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.
Contoh:
Wajib pajak A tidak menyampaikan
SPOP.
Berdasrkan data yang ada,
Direktur Jenderal Pajak mengekuarkan SKPKB yang berisi:
a) Objek pajak dengan luas dan nilai jual.
b) Luas objek pajak menurut SPOP.
c) Pokok pajak Rp 2.000.000,00
d) Sanksi administrasi:
25% x Rp
2.000.000,00 = Rp 500.000,00
Jumlah pajak
yang terutang dalam SKP Rp 2.500.000,00
Jumlah pajak
yang terutang dalam SKPKB adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung
berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak
yang terutang. Sanksi administrasi dikenakan terhadap wajib pajak yang mengisi
SPOP tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Contoh:
Berdasrkan SPOP diterbitkan SPPT
Rp 2.000.000,00
Berdasarkan pemeriksaan pajak
yang Seharusnya terutang Rp 2.500.000,00
Selisih Rp 500.000,00
Selisih Rp 500.000,00
Denda administrasi 25% x Rp
500.000,00 Rp 125.000,00
Jumlah pajak yang terutang dalam
SKPKB Rp 625.000,00
2.8
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib
pajak.
Contoh:
Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2005, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2005.
Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2005, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2005.
2) Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib
pajak.
Contoh:
Apabila SKP diterima oleh wajib pajak 1 Maret 2005, maka jatuh tempo pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2005.
Apabila SKP diterima oleh wajib pajak 1 Maret 2005, maka jatuh tempo pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2005.
3) Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua
persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Menurut
ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% (dua persen) setiap bulan dari
jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
Contoh:
SPPT tahun pajak 2005 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 2005 dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000,00. Oleh wajib pajak baru dibayar pada tanggal 1 September 2005. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% yakni:
SPPT tahun pajak 2005 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 2005 dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000,00. Oleh wajib pajak baru dibayar pada tanggal 1 September 2005. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% yakni:
2% x Rp
500.000,00 = Rp 10.000,00.
Pajak yang
terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2005 adalah:
Pokok pajak +
denda administrasi = Rp 500.000,00 + Rp 10.000,00
= Rp 510.000,00.
Bila wajib
pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 Oktober 2005, maka
terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok pajak, yakni:
4% x Rp
500.000,00 = Rp 20.000,00.
Pajak yang
terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2005 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000,00 + Rp 20.000,00
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000,00 + Rp 20.000,00
4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no. 3 di atas,
ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat
Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterimanya STP oleh wajib pajak. Menurut ketentuan ini denda
administrasi dan pokok pajak seperti dalam no. 3 di atas, ditagih dengan
menggunakan STP yang harus dilunasi dalam waktu satu bulan sejak tanggal
diterimanya STP tersebut.
5) Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro,
dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
6) Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri
Keuangan.
7) Surat pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan
pajak, dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan pajak.
8) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan
pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Dalam hal tagihan pajak yang
terutang dibayar setelah jatuh tempo yang telah ditentukan, penagihannya
dilakukan dengan surat paksa yang saat ini berdasarkan UU no.19 tahun 1997
sebagaimana telah diubah dengan UU no.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
2.9
Keberatan dan Banding dalam Pajak
A)
Keberatan
1) Wajib dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas:
1) Wajib dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas:
a) Surat pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b) Surat Ketetapan Pajak (SKP)
2)Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan atas SPPT atau SKP dalam hal:
a) Wajib pajak menganggap luas obyek bumi dan atau bangunan,
klasifikasi atau Nilai Jual Obyek bumi dan atau bangunan yang tercantum dalam
SSPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b) Terdapat perbadaan penafsiran undand-undang dan peraturan
perundang-undangan antara wajib pajak dan fiskus.
3) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan SKP
dengan menyatakan alasan secara jelas.
4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib pajak,kecuali apabila wajib pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaan. Apabila ternyata batas waktu 3(tiga) bulan tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya (Force
Major). Maka kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan masih dapat
mempertimbangkan dan meminta wajib pajak untuk melengkapi persyaratan tersebut
dalambatas waktu tertentu.
5) Tanda terima surat Keberataan yang diberikan Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan atau tanda bukti pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti penerimaan Surat keberatan
tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
6) Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan,Direktur Jendral Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan pajak.
7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
8) Kepala KantorWilayah Direktur Jendral Pajak atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam jangka waktu palling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan
atas keberatan.
9) Sebelum surat keberatan diterbitkan,wajb pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan.
10) Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jendral Pajak atau
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan dapat berupa:
a) Tidak dapat diterima
b) Menolak
c) Menerima seluruhnya atau sebagian
d) Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang
11) Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan
sebagaimana dengan surat ketatapan pajak, wajib pajak yang bersangkutan harus
dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut.
12) Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat dan
Direktur Jendral Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan berarti keberatan tersebut dianggap diterima. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum.bagi wajib pajak yaitu apabila
dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan,Ditjen
Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan
tersebut diterima.
B)
Banding
Ketentuan
banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan tentang banding
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
[
3.10
Pengurangan Pajak, Pengurangan Denda Administrasi, Pejabat dan Sanksi
A)
Pengurangan Pajak
Pengurangan
pajak diberikan atas pajak (PBB) terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP.
Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada dan dalam hal:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu
objek pajak yang hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab
tertentu lainnya,seperti:
a)
Objek pajak berupa lahan
pertanian/perkebunan/perikanan/perternakan yang hasilnya sangat terbatas yang
dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi:
b)
Objek pajak yang dimiliki,dikuasai
dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah
yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan
lingkungan;
c)
Objek pajakyang dimilik, dikuasai
dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata
mata berasal dari pensiunan,sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi:
d) Objek pajak yang dimiliki,dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban pbb-nya
sulit dipenuhi;
e)
Objek pajak yang dimiliki,dikuasai
atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan;
f)
Objek pajak yang dimiliki,dikuasai
atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan
likuiditas yang serius sepanjang tahun,sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban
rutin perusahaan. Dalam hal ini pengurangan dapat dapt diberikan
setinggi-tingginy 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak
terutang,dan ditetakan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta
penghasilan wajib pajak.
2) Wajib Pajak OrangPribadi atau Badan dalam hal objek pajak yang
terkena bencana alam adalah gempa bumi,banjir,tanah longsor,hunung meletus dan
sebagainya.Sedangkan yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang di luar biasa
adalah kebakaran,kekeringan,wabah penyakit dan hama tanaman.Dalam hal ini dapat
diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besaryta pajak terutang.
3) Wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan.Besarnya pengurangan ditetapkan sebesar 75% (tuju puluh
lima persen ) dari besarnya pajak terutang.
Cara Mengajukan Permohonan :
1) Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajk Bumi dan Bangunan yang
menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan
dimohonkan
2) Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung:
a)
Sejak tanggal diterimanya SPPT
atau SKP;
b)
Sejak terjadinya bencana alam atau
sebab-sebab lain yang luar biasa.
3) Permohonan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau
perseorangan
4) Permohonan pengurangan
pajak terutang perseorangan harus dilampiri:
a)
Foto copy SPPT/SKP dari tahun
pajak yang diajukan permohonan penguranganya; dan
b)
Foto copy tanda anggota Veteran,
bagi anggota Veteran
5) Permohonan pengurangn pajak secara kolektif dapat diajukan
sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun
pajak yang bersangkutan melalui:
a)
Pemerintah Daerah Setempat; atau
b)
Organisasi Legiun Veteran
Indonesia, bagi anggota Veteran.
6) Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan
harus dilampiri dengan:
a) Foto Copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan penguranganya;
b) Foto Copy SPT PPh tahun
pajak terahir beserta lampirannya; dan
c) Laporan Keuangan
7) Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal obyek pajak yang
terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa dilampiri Surat
Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/Instansi terkait.
8) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak
terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas obyek pajak
yang sama.
9) Permihonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim
melalui pos.
10) Tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut diatu sebagai
berikut:
a)
Apabila disampaikan secara
langsung maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat permohonan tersebut
secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
b)
Apabila dikirim melalui pos atau
sarana pengiriman lainnya maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat
permohonan tersebut secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan.
Keputusan Pengurangan
1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak yang membawahi
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau
SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas permohonan
pengurangan pajakterutang yang lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan
SPPt dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas
permohonan pengurangan pajak terutang yang tidak lebih dari Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
3) Keputusan pengurangan bisa berupa:
a)
Mengabulkan seluruhnya
b)
Mengabulkan sebagian
c)
Menolak
4) Keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengurangan
Wajib Pajak. Jangka waktu sebagaimana tersebut terhitung sejak:
a)
Tanggal tanda terima Surat
Permohonan, dalam hal Surat Permohonan disampaikan secara langsung.
b)
Tanggal stampel pos, dalam hal
Surat Permohonan dikiri melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana
pengiriman lainya.
5) Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Keputusan belum
diterbitkan, maka permohonan pengurangan pajak dianggap dikabulkan.
6) Keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
B)
Pengurangan Denda Administrasi
Atas
permintaan wajib pajak Dirjen Pajak dapat mengurangkan denda administrasi
karena hal-hal tertentu. Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak
untuk meminta pengurangan denda administrasi kepada Direktur Jendral Pajak.
Direktur Jendral Pajak dapat mengurangkan sebagian atau seluruhnya denda
administrari tersebut.
C)
Pejabat
1) Pejabat yang dalam jabatanya atau tugas pekerjaanya berkaitan
langsung dengan objek adalah:
a)
Camat sebagai Pejbat Pembuat Akta
Tanah
b)
Notaris/ Pejabat pembuaat akta
tanah
c)
Pejabat pembuat akta tanah
2) Pejabat yang ada hubunganya dengan obyek pajak adalah:
a)
Kepala Kelurahan atau Kepala Desa
b)
Pejabat Dinas Tata Kota
c)
Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan
d) Pejabat Agraria
e)
Pejabat Balai Harta Peninggalan
f)
Pejabat lain yang ditunjuk oleh
Mentri Keuangan/Direktorat Jendral pajak.
Kewajiban Pejabat
1) Yang berkaitan langsung dengan objek pajak, wajib:
a) Menyampaikan laporan bulanan mengenai mutasi dan perubahan
keadaan objek pajak secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya
b) Memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat
Jendral pajak.
Catatan: Kewajiban
merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungan dengan PBB).
2) Yang behubungan dengan
objek pajak, yaitu wajib memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan
Direktorat Jendral Pajak berwenang.
Catatan: Kewajiban
merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungan dengan PBB).
D)
Sanksi
Bagi Wajib Pajak :
1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih
dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan
Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. Apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih
besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh
wajib pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terhutang
dalam Surat Ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan
hasil pemeriksaaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang
dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ditambah denada
administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang
terhutang.
2) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen)
sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
3) Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,
dalam hal:
a)
Tidak mengembalikan atau
menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak.
b)
Menyampaikan SPOP, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.
4) Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,
dalam hal:
a) Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Derektorat
Jendral Pajak.
b) . Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak bnar.
c) Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
d) Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumaen
lainnya.
e) Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan.
Untuk sebab kealpaan:
Dipidana
dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya
sebesar 2 (dua) kali pajak yang terhutang. Kealpaan berarti tidak sengaja,
lalai, kurang hati-hati sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi
Negara.
Untuk sebab kesengajaan:
Dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau denda
setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang terhutang. Sanksi pidana ini akan
dilipatkan dua, apabila melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
ebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagaian
atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda. Untuk
mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan, maka bagi mereka yang
melakukan tindak pidana sebelum lewat1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani
sebagaian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan
denda, dikenakan pidana lebih berat ialah dua kali lipat dari ancaman pidana.
Bagi Pejabat
Sansi Umum Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan di
muka dikenakan sanksi menurut peraturan perundangan yang berlaku, yaitu antar
lain: Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, Staatsblad 1860 No. 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.
Sanksi
Khusus Bagi pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada
hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak lainnya, yang:
a) Tidak memeperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang
diperlukan.
b) Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan.
Dipidana
dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi-tingginya Rp
2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Catatan:
Tindak pidana yang telah diuraikan di muka tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penyimpangan terhadap ketentuan Pasal 78 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di maksudkan untuk menyesuaikan dengan kewajiban menyimpan dokumen perpajakan yang lamanya 10 (sepuluh) tahun.
Tindak pidana yang telah diuraikan di muka tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penyimpangan terhadap ketentuan Pasal 78 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di maksudkan untuk menyesuaikan dengan kewajiban menyimpan dokumen perpajakan yang lamanya 10 (sepuluh) tahun.
3.11
Cara pembagian hasil penerimaan PBB
Hasil
penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara (dalam hal ini Pemerintah Pusat) dan
disetor sepenuhnya ke rekening Kas Negara. Namun demikian, Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan akan dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan
sebagai berikut:
1) 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat;
2) 90% (Sembilan persen) untuk Daerah.
Jumlah 10%
(sepuluh persen) bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Daerah
Kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran
berjalan, dengan imbangna sebagai berikut :
1) 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata pada
seluruh daerah kabupaten dan kota; dan
2) 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan secara insentif kepada
daerah kabupaten dan kota yag realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui
rencana peneriman sector tertentu.
Jumlah 90%
(Sembilan puluh persen) bagian Daerah dibagi dengan rincian sebagai berikut:
1) 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk Daerah Provinsi yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi;
2) 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
Kabupaten/Kota;
3) 9% (Sembilan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan
kepada Direktorat Jendral Pajak dan Daerah.
Khusus untuk
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 90% (Sembilan puluh persen) dari hasil
penerimaan tersebut merupakan penerimaan bagian Daerah yang dibagikan dengan
rincian sebagai berikut :
1) 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk Daerah Provinsi, yang
dibagi dengan imbangan:
a)
30% (tiga puluh persen) untuk
biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan disalurkan melalui
rekening khusus dana pendidikan:
b)
70% (tujuh puluh persen) untuk
Daerah Provinsi dan disalurkan melalui rekening Kas daerah Provinsi.
2) 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah
Kabupaten /Kota yang bersagkutan, yang dibagi dengan imbangan:
a)
30% (tiga puluh persen) untuk
biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan disalurkan melalui
rekening khusus dana pendidikan;
b)
70% (tujuh puluh persen) untuk
Daerah Kbupaten/kota dan disalurkan melalui rekening kas Daerah Kabupaten/Kota.
3) 9% (sembialan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan
kepada Direktorat Jendral Pajak dan Daerah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pajak Bumi
dan Bangunan merupakan suatu iuran kas Negara terhadap bumi dan bangunan yang
berada si atasnya. Dasar hukumnya dijelaskan dalam UU No.12 tahun 1985 yang
telah diubah dengan UU No.12 tahun 1994. Asas dari penarikan pajak ini adalah
memberikan kemudahan dan kesederhanaan, kepastian hokum, mudah dimengerti dan
adil, serta menghindari pajak berganda.
Nilai Jual Objek Pajak merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, Objek Pajak merupakan bumi dan atau bangunan yang memiliki
nilai jual, dan Subjek Pajak adalah orang atau badan yang memiliki hak,
mendapat manfaat, dan atau memiliki, menguasai bumi dan bangunan.
Tarif pajak
ditentukan sebesar 0,5% dari nilao objek pajak. Dasar pengenaan pajak adalah
NJOP, dasar penghitungan pajak, dan Peraturan Pemerintah. Cara menghitung pajakadalah dengan mengalikan
tarif pajak dengan NJKP. Tahun pajak merupakan jangka waktu satu tahun takwim
(1/1 sampai 31/12), saat menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada 1/1, dan tempat yang menentukan pajak terutang untuk daerah
Jakarta adalah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Daerah lainnya di wilayah
Kabupaten atau Kota, sedangkan untuk Batam, diwilayah Propinsi Riau.
Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) merupakan surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data obyek menurut ketentuan Undang-undang Pajak Bumi
dan Bangunan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)merupakan surat yang
digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terutang kepada wajib pajak, dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) merupakan surat
yang dikeuarkan oleh Direktur Jendral Pajak jika ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan perundang-undangan perjakan dengan jumlah SKP adalah pokok pajak ditambah
denda administrasi sebesar 25%. Tata cara pembayaran dan penagihan, pajak
terutang yang berdasarkan SPPT harus dilunasi maksimal 6 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT, pejak terutang yang berdasarkan SKP maksimal 1 bulan sejak
diterimanya SKP, sedangkan pajak yang telah jatuh temp, tapi belum dibayar
dikenakan denda administrasi 2 % per bulan. Pembayaran dapat dilakukan di Bank,
Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keungan.
Keberatan
dapat diajukan kepada Direktur Jendral Perpajakan atas SPPT dan SKP dan ketidak
sesuaian antara klasifikasi bangunan, NJOP tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya.Banding dalam pajak ditangani oleh Pengadilan Pajak, dengan
persetujuan Dirjen Pajak, dengan pengajuan keberatan selama tiga bulan.
Pengurangan pajak diberikan kepada orang pribadi atau badan karena kondisi
tertentu dengan pengurangan maksimal 75% dari besarnya pajak terutang, jika
terjadi bencana pada objek pajak, maka pengurangan dapat diberikan hingga 100%,
dan dipertimbangkan atas kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak.
Pengurangan denda administrasi dapat diberikan oleh dirjen pajak karena hal-hal
tertentu. Pejabat yang tugas pekerjaannya berkakitan langsung dengan objek
pajak seperti camat, notaries/atau pejabat pembuat akta tanah, serta pejabat
pembuatan akta tanah. Sanksi bagi wajib pajak ditagih dengan surat teguran
hingga SKP, sanksi berupa denda dengan ketetapan pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak, sedangkan sanksi bagi
pejabat disesuaikan dengan PP No.30 tahun 1980 tentang Peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil, Staatblad 1860 No.3 tentang Peraturan Jabatan Notaris,
sedangkan sanksi bagi petugas/pejabat yang pekerjaannya berkaitan langsung
dengan objek pajak maupun pihak lainyya dipidana kurungan selama-lamanya 1
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000.
Cara
pembagian hasil penerimaan PBB yang telah masuk kas Negara akan dibagi untuk
Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan, 10% (dibagi 65% untuk daerah
kabupaten dan kota) untuk pemerintah pusat, dan 90% (16,2% untuk Daerah
Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi
dan 64,8 daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan saluran ke rekening Kas
Umum Daerah Kebupaten/Kota, 9% untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada
Direktorat Jendral Pajak Pajak dan Daerah).
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : Andi.
Aimatus, Pajak Bumi dan Bangunan, dikutip dari http://aimatus.wordpress.com/2011/09/20/pajak-bumi-dan-bangunan/, diakses pada tanggal 18 November
2012
Direktorat Jenderal Pajak,
Ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan, dikutip
dari http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb, diakses pada tanggal 18 November
2012
Wikipedia, Pajak Bumi dan Bangunan, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_bumi_dan_bangunan, diakses pada tanggal 18 November
2012
No comments:
Post a Comment