Sunday, April 21, 2013

Pengaruh Profit Sharing dan Suku Bunga terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Syari'ah di Indonesia


2.1  Sistem Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional
Sistem keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan bagian konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, dimana tujuannya adalah untuk memperkenalkan dan menerapkan nilai etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi karna dasar etika inilah, maka sistem keuangan dan perbankan bagi kebanyakan umat Islam adalah bukan sekedar transaksi yang sifatnya komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial yang sesuai dengan syariat Islam itu dipandang oleh banyak kalangan muslim agamis, kemampuan bank syariah dalam menarik investor juga dengan sukses bukan hanya bergantung pada tingkat dan lembaga yang menghasilkan keuntungan banyak, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga keuangan tersebut secara sungguh-sungguh menerapkan syariat Islam dalam setiap transaksi juga dalam kegiatan operasionalnya. [1]
Cara pengoperasian bank konvensional dan bank syariah memiliki perbedaan yang mana Bank Konvensional dalam operasionalnya sangat tergantung pada suku bunga yang berlaku, karena keuntungan bank konvensional berasal dari selisih antara bunga pinjam dengan bunga simpan. Sedangkan dalam bank syari’ah tidak mengenal sistem bunga, antara bank dengan nasabah, dalam pengelolaan dananya yang disebut dengan Profit Sharing (bagi hasil). Dengan sistem bagi hasil ini memungkinkan nasabah untuk mengawasi langsung kinerja bank syariah melalui monitoring atas jumlah bagi hasil yang diperoleh. Jumlah keuntungan bank semakin besar maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima nasabah, demikian juga sebaliknya. Jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama menjadi indikator bahwa pengelolaan bank merosot. Keadaan itu merupakan peringatan dini yang transparan dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari perbankan konvensional, nasabah tidak dapat menilai kinerja hanya dari indikator bunga yang diperoleh. Kenaikan suku bunga pada bank-bank umum baik langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak terhadap bank syari’ah. Dengan demikian naiknya suku bunga maka akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada bank konvensional. Sehingga masyarakat umum akan cenderung menyimpan dananya di bank konvensional dari pada di bank syariah karena bunga simpanan di bank konvensional naik yang pada ahirnya tingkat pembelian yang akan diperoleh oleh nasabah penyimpanan dana akan mengalami peningkatan.
Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini harus diimbangi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus bartahan hidup adalah kinerja (kondisi keuangan) bank. Meskipun bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, tapi pada kenyataannya suku bunga menjadi dilema di dunia perbankan syariah saat ini, karena dikhawatirkan akan ada perpindahan dana dari bank syariah ke bank konvensional. Tetapi ada juga keuntungan yang diperoleh bank syariah dengan naiknya suku bunga yakni permohonan pembiayaan (kredit) di bank syariah oleh nasabah diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan naiknya bunga pinjaman pada bank konvensional atau bank umum. Dalam hal ini bank syariah mengatur strategi dengan menerapkan konsep bagi hasil. Yang mana penggunaan dana oleh pihak peminjam (baik oleh pihak nasabah maupun bank). Pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang di dapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa salah satu perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah adanya suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa dikatakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional.

2.2  Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Sistem perbankan syari’ah berbeda dengan sistem perbankan konvensional karna sistem keuangan dan perbankan syari’ah adalah merupakan subsistem dari suatu sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas. Oleh karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syari’ah. Didalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh syari’ah Islam, seperti menerima dan mambayar bunga, yang mana bunga disini oleh para ulama dianggap riba, yang hukumnya adalah haram. Membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan seperti minuman keras (khamar), kegiatan yang sangat dekat dengan gambling (maysir) untuk transaksi-transaksi tertentu dalam foreign exchange dealing, serta higly intended speculative transaction (gharar) dalam investment banking. Tujuan dari pendirian bank-bank Islam ini umumnya adalah untuk mempromosikan atau mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait agar umat terhindar dari hal-hal tersebut, meskipun sesungguhnya Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang adanya pembayaran bunga. Penentangan terhadap bunga bahkan sudah terjadi sejak zaman yunani kuno, baik oleh aristoteles maupun plato. [2]
Prinsip utama yang dianut oleh bank syari’ah adalah :
a)    Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.
b)   Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis untuk memperoleh keuntungan yang sah menurut syari’ah.
c)    Menumbuhkembangkan zakat.
Sepanjang praktik perbankan konvensional tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, maka bank-bank syari’ah telah mengadopsi sistem dan prosedur perbankan yang ada. Namun, bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah, maka bank-bank syariah merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip syari’at Islam. Untuk itu maka dewan syariah berfungsi memberi masukan kepada perbankan syari’ah guna memastikan bahwa bank syari’ah tidak terlibat pada unsurunsur yang tidak disetujui oleh syari’at Islam. Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional, terdapat perbedaan yang substantif antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional.

Ø Perbankan Syari’ah
a)    Berdasarkan prinsip investasi bagi hasil
b)   Menggunakan prinsip jual beli
c)    Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
d)   Melakukan investasi-investasi yang halal saja
e)    Setiap produk dan jasa yang diberikan sesuai dengan fatwa dewan syari’ah
f)    Dilarangnya gharar dan maysir
g)   Menciptakan keserasian diantara keduanya
h)   Tidak memberikan dana secara tunai tetapi memberikan dana yang dibutuhkan (finance the goods and services)
i)     Bagi hasil penyeimbangan sisi pasiva dan aktiva

Ø Perbankan Konvensional
a)    Bedasarkan tujuan membungakan uang
b)   Menggunakan prinsip pinjam meminjam uang
c)    Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
d)   Investasi yang halal maupun yang haram
e)    Tidak amengenal dewan sejenis itu.
f)    terkadang terlibat dalam spekulatif forex dealing
g)   Berkontribusi dalam terjadinya kesenjangan antara sector riel dengan sector moneter
h)   Memberikan peluang yang sangat besar untuk side streaming (penyalah gunaan dana pinjaman)
i)     Rentan terhadap negative spread[3]

2.3  Konsep Profit Sharing (Bagi Hasil)
Sistem bagi hasil (profit sharing) adalah sistem pembagian hasil keuntungan yang diterapkan oleh bank-bank dan lembaga keuangan yang beroperasi secara syari’ah. Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) di kenal dengan “profit sharing” sedangkan dalam kamus ekonomi Profit Sharing diartikan sebagai pembagian laba. Secara devinitif Profit Sharing berarti “distribui beberapa bagian laba pada para pegawai dari satu perusahaan”, lebih lanjut dikatakan bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Pada mekanisme lembaga keuangan syari’ah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan seperti musyarakah dan mudharabah atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). [4]
Dalam sistem bagi hasil keuntungan yang dibagi hasilkan harus dibagi secara proporsional antara shohibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shohibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam awal perjanjian. Dan jika dalam usaha bersama tersebut mengalami resiko kerugian, maka dalam konsep bagi hasil kedua belah pihak akan sama-sama menanggung resiko. Disatu pihak, pemilik modal menanggung kerugian modalnya, dipihak lain pelaksana proyek akan mengalami kerugian atas tenaga atau biaya tenaga kerja yang di keluarkan. Dengan kata lain masing-masing pihak yang melakukan kerja sama dalam sistem bagi hasil akan berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan.
Dengan beroperasinya bank syari’ah yang berdasarkan sistem bagi hasil, merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank seoptimal mungkin dengan tenang, tanpa adanya keraguan dan didasari oleh motivasi keagamaan yang kuat didalam memobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan ekonomi umat. Sistem bagi hasil sebagai altenatif pengganti dan penerapan sistem bunga ternyata telah dinilai berhasil menghindarkan dampak negatif dari penerapan bunga seperti :
·      Pembebanan pada nasabah yang berlebihan dengan beban bunga berbunga (compon interest) bagi nasabah yang belum bisa membayar pada saat jatuh tempo.
·      Timbulnya pemerasan (eksploitasi) yang kuat terhadap yang lemah.
·      Terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elite, para banker dan para pemilik modal,.
·      Kurangnya peluang bagi kekuatan ekonomi lemah / bawah untuk mengembangkan potensi usahanya.[5]
Hal mendasar yang membedakan antara bank syari’ah dengan bank non syari’ah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan atau kepada yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Mereka dituntut untuk bersikap jujur serta menjauhi moral hazard dalam mewujudkan kemitraan yang sesuai dengan prinsip syariah.

2.4  Konsep Suku Bunga
Suku bunga atau interst rate dikatakan sebagai harga yang disepakati, yaitu harga dari penggunaan uang tertentu untuk jangka waktu yang ditentukan bersama atau pengertian suku bunga secara sederhana dapat dikatakan sebagai biaya yang dibutuhkan untuk pemanfaatan dana yang akan datang untuk mencukupi kebutuhan sekarang. [6]Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Ia mempengaruhi secara langsung kehidupan masyarakat keseharian dan mempunyai dampak penting terhadap kesehatan perekonomian. Ia mempengaruhi keputusan seseorang/rumah tangga dalam hal mengkonsumsi, membeli rumah, membeli obligasi, atau menaruhnya dalam rekening tabungan. Suku bunga juga mempengaruhi keputusan ekonomis bagi pengusaha atau pimpinan perusahaan apakah akan melakukan investasi pada proyek baru atau perluasan kapasitas. Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sejumlah uang dinilai dalam uang, yang diterima si pemberi pinjaman (kreditor). Sedangkan suku bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu :[7]
·      Bunga Simpanan
Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
·      Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai cotoh bunga kredit. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

2.4.1   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga
Menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah :[8]
a)   Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman. Namun apabila dana yang ada simpanan banyak sementara permohonan simpanan sedikit maka bunga simpanan akan turun.
b)   Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
c)      Kebijakan pemerintah
Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
d)     Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang. Serta faktor-faktor yang lain.
e)      Kualitas jaminan
Semakin likuid pinjaman yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh jaminan sertifikat deposito berbeda dengan jaminan setifikat tanah. Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencarian jaminan apabila kredit yang digunakan bemasalah.
f)       Reputasi perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan suku bunga yang akan dibebankan. Karena sebuah perusahaan bonafid kemungkinan resiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan begitupun sebaliknya.
g)      Produk yang kompetitif
Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku dipasaran. Untuk produk yang kompetitif bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
h)     Hubungan baik
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.
i)        Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafitd, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, maka suku bunga yang dibebanpun juga berbeda. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman pihak ketiga kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya, maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.

2.4.2   Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian
Suku bunga juga mempunyai beberapa fungsi atau peran penting dalam perekonomian, yaitu :[9]
·      Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna mendukung kearah pertumbuhan perekonomian.
·      Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tinggi.
·      Penyeimbangan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu negara.
·      Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
Pada kenyataannya suku bunga tidak bersifat seragam, bahwa dalam sistem keuangan tidak ada suku bunga yang tertentu, akan tetapi macam-macam suku bunga yang berbeda. Sekuritas yang diterbitkan oleh peminjam (perusahaan) yang sama akan berbeda suku bunganya.

2.5  Perbedaan Profit Sharing dan Suku Bunga
Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrument bunga, maka dalam mekanisme ekonomi Islam menggunakan instrument bagi hasil. Islam mengharamkan bunga karna dianggap riba dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memang memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung resiko dan karenanya mengandung unsur ketidak pastian. Sebaliknya pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki resiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.

Ø Suku Bunga
a)    Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untuk
b)   Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan.
c)    Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah / mudharib untung atau rugi
d)   Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk islam

Ø Profit Sharing (Bagi Hasil)
a)    Penentuan besarnya nisbah bagi  hasil dibuat pada waktu akad dengan perpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b)   Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap berdasarkan keuntungan yang diperoleh.
c)    Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib.
d)   Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi-hasil. [10]

Sesuai dengan definisi diatas, penyimpanan uang di bank syari’ah termasuk kategori investasi. Besar kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank syariah tidak dapat hanya sekedar menyalurkan uang. Bank syari’ah harus terus menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana. Kekuatan dan vitalitas masyarakat manapun terletak pada kemampuan memproduksi dan mendistribusi barang-barang dan jasa bagi anggotanya dan masyarakat lainnya. Produksi dan distribusi barangbarang dan jasa tersebut adanya sumberdaya keuangan, keahlian dan manajeman, mengingat bahwa tidak semua orang mamiliki sumber, sumber daya tersebut dalam suatu kombinasi yang optimal, maka mutlak menghimpun sumber. Dari sumber daya tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, ini harus dilakukan dalam suatu cara yang saling menguntungkan.
Islam menghendaki bagi hasil dalam suatu cara yang adil, dengan melibatkan penyedia modal untuk berbagi resiko (kerugian) bila ia ingin mendapatkan bagian keuntungan dari modalnya, ia akan menanggung resiko jika usaha mitranya gagal sesuai dengan proporsi modalnya dalam aktivitas bisnis. Sejalan dengan kewajiban untuk menghapus bunga (riba) hal itu berimplikasi segala kegiatan bisnis harus dimodali dengan pinjaman berbasis hutang bercampur dengan penyertaan modal.

2.6  Perbandingan Perkembangan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional
2.6.1   Perkembangan Perbankan Syari’ah[11]
Di awal tahun 2004 Bank Syariah dengan sistem bagi hasil deposito mudharabah < 50%, Sejalan dengan perkembangan kelembagaan, selama tahun 2004 volume usaha industri perbankan syariah juga mengalami peningkatan yang
signifikan yang melebihi dari 55 % pada bulan November 2004 sistem bagi hasil mencapai angka tertinggi pada pertengahan tahun 2005/2006, jumlah aset perbankan syariah telah mencapai Rp14,0 triliun sehingga pangsa terhadap total asset perbankan nasional mencapai 1,1%, meningkat dibandingkan pada bulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,7%. Selama periode laporan besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah mengalami peningkatan 100,8% menjadi sebesar Rp10,9 triliun.
Dari segi jenisnya, pertumbuhan pembiayaan berbasis bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah ternyata melebihi pertumbuhan pembiayaan berbasis jual beli, sehingga per November 2004 pangsa pembiayaan bagi hasil telah mencapai 43,3% dibandingkan posisi setahun sebelumnya yang baru mencapai 19,9%. Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan pangsa pembiayaan bagi hasil tersebut diantaranya adalah meningkatnya kerjasama bank syariah dengan lembaga keuangan non bank seperti koperasi dan pegadaian, serta adanya proyek-proyek jangka pendek infrastruktur dan publik servise.
Begitupun terus dilanjutkan sampai 4 tahun terahir ini hingga pada tahun 2008 bank syariah mulai menunjukkan persentasenya yang dipersyaratkan tetap sebesar 5% dengan tidak melihat besarnya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dihimpun Bank Syariah, meskipun pada akhir tahun 2008 persentase bagi hasil mengalami sedikit kemerosotan. Secara teoritis bagi hasil yang diberikan kepada nasabah DPK bank syariah merupakan cerminan pendapatan bank dari penyaluran pembiayaannya.
Dengan asumsi kuat bahwa bank syariah menyalurkan pembiayaan sepenuhnya kepada sektor riil, maka dapat ditarik preposisi bahwa bagi hasil yang diberikan kepada nasabah DPK bank syariah seharusnya sejalan dengan kinerja sektor rill yang sesuai penyaluran pembiayaan. Di sisi yang lain, dalam pelaksanaan sistem dual banking di mana perbankan syariah masih memiliki pangsa yang kecil, maka dalam kegiatan usahanya bank syariah seringkali masih dipengaruhi oleh varibel bank konvensional. Salah satu faktor pengaruh tersebut ialah faktor suku bunga konvensional.

2.6.2        Perkembangan Perbankan Konvensional

Nilai obligasi suku bunga tabungan bank umum pada tahun 2006 mengalami peningkatan yang membanggakan seiring perkembangan dalam pasar modal yang meningkat cukup tajam. Hal ini didorong ekspektasi investor yang tinggi dan penurunan suku bunga perbankan sehingga menjadikannya instrumen investasi yang menarik. Prospek dan Arah Kebijakan 2008 Industri perbankan konvensional pada tahun 2008 diharapkan masih akan menikmati pertumbuhan yang tinggi (high growth), melebihi pertumbuhan sebelumnya, namun pada kenyataannya pada tahun 2007 aset suku bunga tabungan pada bank umum yang terus diharapkan melaju pesat seperti pada tahun sebelumnya mengalami kemerosotan yang begitu tajam dan parahnya kemerosotan itu terjadi hingga pada tahun 2008 yang mana total aset kurang dari 3.00%. Trend kenaikan suku bunga sama sekali tidak mempengaruhi pangsa aset pada suku bunga bank umum pada tahun 2008 untuk menjadi lebih baik, padahal menurut rian kiryanto ekonom perbankan, jika tidak menaikan suku bunga bank akan ditinggalkan nasabahnya.
Dasar pijakan perbankan memasuki tahun depan sungguh muram. Suku bunga tabungan berjangka per-November 2008 rata-rata hanya 10 persen, turun dibandingkan akhir 2007 yang sekitar 7 persen. Tahun 2008 ini ibarat masa yang semula diharapkan manis, tetapi tiba-tiba menjadi pahit bagi industri perbankan. Saat perbankan tengah bersemangat bekerja, tecermin dari menaikkan suku bunga tabungan, tiba-tiba badai krisis datang, menghancurkan pasar keuangan domestik. Aliran likuiditas yang sebelumnya berlimpah langsung macet karena bank saling enggan menurunkan suku bunganya. Likuiditas yang sebelumnya melimpah ruah kini jadi barang langka. Suku bunga pun terkerek naik menciptakan berbagai ranjau risiko bagi perjalanan industri perbankan ke depan.

2.7  Perhitungan Profit Sharing dan Suku Bunga
2.7.1   Perhitungan Profit Sharing
Contoh :
Bank A memberikan pembiayaan sebesar Rp.6.000.000,- selama 6 bulan kepada C dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati 30% untuk Bank dan 70% untuk nasabah.
Biaya angsuran yang harus dibayarkan oleh nasabah adalah :
Bulan
Keuntungan
Pokok
Bagi hasil
Angsuran
1
80.000
1.000.000
24.000
1.024.000
2
120.000
1.000.000
36.000
1.036.000
3
100.000
1.000.000
30.000
1.030.000
4
90.000
1.000.000
27.000
1.027.000
5
110.000
1.000.000
33.000
1.033.000
6
100.000
1.000.000
30.000
1.030.000
Jumlah
6.000.000
180.000
6.180.000
2.7.2   Perhitungan Suku Bunga
Contoh:
Bank A memberikan kredit sebesar Rp6.000.000,- selama 6 bulan kepada debitur C dengan tingkat bunga 12% per tahun flat rate.
Total Bunga       = 6.000.000 x 12% x ½
                           = 360.000
Bunga per bulan = 6.000.000 x 12% / 12
                           = 60.000

Tabel Angsuran Debitur C – Flat Rate
Bulan
Saldo
Angsuran pokok
Angsuran Bunga
Jumlah Angsuran
1
6.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
2
5.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
3
4.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
4
3.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
5
2.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
6
1.000.000
1.000.000
60.000
1.060.000
Jumlah
6.000.000
360.000
6.360.000


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip ini berdasarkan pada kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sementara penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Sebagaimana prinsipnya bank syariah tidak menganut pada suku bunga, yang mana suku bunga tersebut dianggap sebagai riba, dan riba hukumnya haram.
Dengan prinsip bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan syariah dan sesuai dengan penelitian yang telah diperoleh bahwa : bagi hasil (profit sharing) di bank syariah dan suku bunga di bank konvensional, dan sebagai variabel dependen adalah simpanan di bank syariah (deposito mudharabah). Dari hasil menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat keuntungan di bank syariah dengan simpanannya adalah positif, dimana dengan terjadinya peningkatan pada tingkat keuntungan di bank syariah akan meningkatkan simpanannya. Sedangkan hubungan antara suku bunga di bank konvensional dengan simpanan di bank syariah adalah hubungan negatif. Dimana bila terjadi peningkatan pada suku bunga maka simpanan di bank syariah akan menurun. Kesimpulan yang dapat diambil dari studi tersebut adalah faktor yang mendorong nasabah menyimpan uangnya di bank dengan motivasi mencari keuntungan. Suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa dikatakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional.

3.2  Saran
1.    Inti mekanisme bagi hasil dalam sistem operasional bank syariah ini pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shahibul maal dengan mudharib. Kerjasama (partnership) ini merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi tidak hanya pada pengelolaan keuangan perbankan. Akan tetapi bisa mencakup pada kegiatan ekonomi seperti produksi, distribusi barang maupun jasa. Disini salah satu bentuk kerjasama dalam ekonomi Islam adalah qirad dan mudharabah. Qirad dan mudharabah ini merupakan kerjasama antara pemilik modal dengan pengusaha. Melalui lembaga ini kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil (profit sharing) dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.
2.    Krisis keuangan yang terjadi secara global telah memberikan imbas negatif terhadap ketahanan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada level tertentu juga mempengaruhi perkembangan industri perbankan syariah. Namun demikian, walaupun menghadapi tekanan yang cukup berarti, industri perbankan syariah masih memiliki daya tahan sangat baik dengan dapat meningkatkan fungsi intermediasi, akses masyarakat terhadap manfaat (value) yang ditawarkan produk dan atau layanan perbankan juga terus meningkat seiring dengan peningkatan jaringan operasional. Pengelola perbankan syariah perlu secara terus menerus melakukan peningkatan kualitas pelayanan serta mengembangkan ragam produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kualitas pemahaman prinsip-prinsip syariah dalam transaksi perbankan adalah sangat vital untuk meningkatkan keyakinan masyarakat akan profesionalime pengelola.



DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman. 2010. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Boediono. 1985. Ekonomi Moneter: Seri Sinopsis. Pengantar Ilmu Ekonomi No.5. Yogyakarta. BPFE.
Dewi Rohma Fadhila. 2003. Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Dan Suku Bunga Terhadap Simpanan Mudharabah
Kasmir. 2000. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
M. Hanafi, Mamduh. 2010. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta
Muhammad. 2011. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta : UPP STIM YKPM
Muhammad, Antonio ,Syafi’i. 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Ummat. Jakarta.Tazkia Institute
http://www.perbankansyariah.com. 15 mei 2012
http://www.syariah.co.id. 15 mei 2012



[1] Novita Wulandari, 2004: hal 9
[2] http://tazkiaonline.com/indeks.php
[3] Muhammad Syafi’i Antonio (2001), Bank Syari’ah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press
Kerjasama Dengan Yayasan Tazkia Cendekia)
[4] Muhammad, 2001:22
[5] Sumitro, 1996 ; 50
[6] Boediono, 1992:2
[7] www.syariahbank.com
[8] kasmir, 2005 : 122-124
[9] Sawaldjo : 2004,71
[10] Muhammad Syafi’i Antonio (2001), Bank Syari’ah : Dari Teori Ke Praktek (Gema Insani
Press Kerjasama Dengan Yayasan Tazkia Cendekia)
[11] Perbankan Syariah (hasil peneletian bank muamalat indonesia cabang malang)

judul : PENGARUH PROFIT SHARING DAN SUKU BUNGA TERHADAP KINERJA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH DI INDONESIA
judul : PENGARUH PROFIT SHARING DAN SUKU BUNGA TERHADAP KINERJA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH DI INDONESIA
judul : PENGARUH PROFIT SHARING DAN SUKU BUNGA TERHADAP KINERJA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH DI INDONESIA


2 comments:

  1. Salam kenal yaa..... :D :D :D :D :D :D :D

    Tv Online Streaming 100 channel

    http://daichitv.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa, salam kenal juga...

      numpang iklan yaa???
      hehhheee,, tp gpp ko..

      Delete