Sunday, April 21, 2013

Manajemen Likuiditas bank syari'ah


2.1  Pengertian Manajemen Likuiditas
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
“Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/ simpanan oleh deposan/ penitip”. Dengan kata lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/debitur. “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang- hutanya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.”  Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk :
o  Menutup jumlah reserves required
o  Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali
o  Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit
o  Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya
o  Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.
Sedangkan pengertian manajemen likuiditas menurut beberapa pakar perbankan adalah sebagai berikut :
·      Duane B Graddy : ” Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan”
·      Oliver G Wood: ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang”

2.2  Instrumen Likuiditas Bank Syari’ah. 
Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan lainnya. Selain itu juga, untuk mengatasi masalah likuiditas antar bank, maka BI dan Perhimpunan Bank Umum Nasional (PERBENAS) bekerja sama membentuk pooling fund, yang berfungsi sebagai wadah untuk penyimpanan dana bagi bank yang kelebihan likuiditas serta tempat untuk meminjam dana bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kunci yang harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah: 
1)   Memiliki Primary Reserve
Dalam dunia perbankan, primary reserve terdiri dari :
a)   Giro pada Bank Sentral
Selama ini Giro pada bank sentral dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM), yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk menitipkan dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka besarnya GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga untuk valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut: Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan GWM sebagai berikut:
o  Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.
o  Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah.
o  Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah. 
Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM . 
b)   Kas pada Vault
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c)    Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain)
d)   Item-Item Uang Tunai yang Masih dalam Proses Inkaso
Alat likuid ini terdiri dari cek bank sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening bank pada bank sentral atau bank koresponden. Tujuan dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve (cadangan primer) adalah:
o  Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia.
o  Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.
o  Penyelesaian kliring antar bank
o  Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. 
2)   Memiliki Secondary Reserve
Secondary Reserve merupakan cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap current. Baik dalam kondisi normal apalagi kondisi krisis atau pasar sedang ketat, kebutuhan likuiditas sulit untuk diantisipasi dan dipenuhi segera terutama jika terjadi rush, sehubungan dengan hal tersbut Cadangan Sekunder yang ditempatkan dalam bentuk surat-surat berharga (Marketable Securities) dilakukan dalam rangka memaksimalisasi penempatan dana setiap saat dan harus menghasilkan. Oleh karena itu, Marketable Securities tersebut harus memenuhi kriteria Short Term, High Quality, Marketable. 
Kalau merujuk pada bank-bank Islam yang berada di Bahrain ataupun di kawasan timur tengah, maka kita akan melihat bahwa secondary reserve yang mereka gunakan adalah berupa pembiayaan perdagangan seperti mudharaba dan sukuk. Dan kebanyakan menggunakan jenjang waktu yang pendek (short term), berkisar antara 7 hari sampai dengan 12 bulan. Adapun cadangan sekunder berupa surat-surat berharga bisa berupa:
a.    Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Adapun ketentuan SWBI sebagai berikut : 
o  Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,-. Jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari. 
o  Imbalan yang diterima pada saat jatuh tempo adalah berupa bonus. Besarnya bonus akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS, yaitu rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal penitipan. 
Peran SWBI dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang memilikinya adalah bisa digunakan pada saat terjadi kekurangan likuiditas ketika tidak tersedianya dana dari Pasar Uang ataupun dari Bank Pusat untuk Unit Usaha Syariah. Sebagai the lender of last resort, Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah dan SWBI tersebut dapat dijadikan agunan bagi fasilitas pembiayaan tersebut. 
b.   Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun mata uang asing. Dalam rangka penerbitan SBSN, pemerintah dapat mendirikan perusahaan penerbit SBSN yang biasa disebut dengan Special Purpose Vehicles (SPV) yang berwenang diantaranya untuk menerbitkan SBSN, menjadi agen dalam pelaksanaan transaksi SBSN seperti pembayaran baik imbalan maupun nilai nominal SBSN kepada investor, dan menjadi counterpart Pemerintah dalam transaksi pengalihan aset. Pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo.
Sedangkan Jenis-jenis sukuk yang banyak beredar di pasaran meliputi : 
o  Sukuk ijarah yakni sukuk yang berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau dapat diwakili dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
o  Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang berdasarkan akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagikan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
o  Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan akah musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
o  Sukuk istisna’, yakni sukuk berdasarkan akad istisna’ dimana pihak menyepakati jual beli dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
3)   Mempunyai akses ke pasar uang 
Pasar uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar modal syariah.
a)   Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank Syariah merupakan pasar bagi instrument keuangan jangka pendek (kurang dari 1 tahun). Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 
Untuk saat ini, instrument keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni berupa: Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) . Berlakunya instrument keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya.
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. Mudharabah, sesuai definisi pada Surat Edaran tersebut, adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakat sebelumnya. Adapun karakteristik Sertifikat IMA :
o  Diterbitkan dengan akad mudharabah
o  Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing
o  Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat.
o  Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir.
o  Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari
o  Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo.
b)   Pasar Modal Syariah
Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic Index, Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi pada saham, maka sukuk dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana instrument ini dapat dijual di secondary market untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadana syariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah membutuhkan dana jangka pendek. Namun jika dibandingkan dengan instrument keuangan pada Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), maka instrument pada Pasar Modal Syariah ini kurang likuid. Untuk itu kriteria high quality dan marketable menjadi penting bagi pemilihan sukuk dan reksadana syariah.
c)    Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) 
FPJPS merupakan instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek. Bagi Unit Usaha Syariah, selain mencari pendanaan dari Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), Unit Usaha Syariah juga harus mengusahakan dana dari Kantor Pusat Bank Konvensional. Jika masih belum dapat memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut, maka Bank Indonesia dapat memberikan pendanaan yang bersifat syariah untuk membantu likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah tersebut. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek ini, yang disebut dengan FPJPS, diberikan hanya kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun masih memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan. Penilaian kesehatan Bank pada faktor likuiditas menggunakan rasio besarnya aset jangka pendek terhadap kewajiban jangka pendek yang merupakan rasio utama. Semakin kecil rasio utama ini, maka tingkat likuiditas bank juga semakin rendah karena kurangnya kemampuan asset jangka pendek untuk mendanai kewajiban jangka pendek. Selain factor likuiditas, factor permodalan juga merupakan factor dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Rasio utama dalam factor permodalan adalah kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yaitu risiko penyaluran dana, dan risiko nilai tukar yang masuk kategori risiko pasar.

2.3  LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan LPS. Jenis Bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran dan bank asing, serta bank konvensional dan bank Syariah. LPS adalah badan hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan tanggal 22 September 2004. Pendirian dan operasional LPS dimulai sejak UU LPS berlaku efektif yakni tanggal 22 September 2005. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. 

2.4  Faktor Eksternal Likuiditas Perbankan Syari’ah
Faktor eksternal adalah berbagai hal yang terjadi di luar bank yang dapat mempengaruhi fund inflow. Secara specific para deposan bank syariah memiliki pola prilaku menabung sebagai berikut :
a)    Menyimpan dalam instrumen tabungan jangka pendek sehingga bisa dicairkan kapan saja baik dengan penalti atau tanpa pinalti.
b)   Untuk kepentingan jangka pendek dan lebih mengutamakan keuntungan. Dalam kondisi ekonomi dimana suku bunga naik dan pasar uang yang volatile, mereka akan pindah ke bank konvensional atau pasar uang konvensional.
c)    Oleh karenanya banyak penabung di bank syariah juga tetap memelihara rekening tabungan di bank konvensional.

1)   Kondisi Ekonomi dan moneter
Sebagai bagian dari sistem perekonomian, kondisi perekonomian secara umum sangat mempengaruhi kondisi likuiditas  perbankan syariah. Pada saat tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan tingginya demand,  otoritas moneter akan mengambil kebijakan kontraksi moneter dengan memainkan instrumen moneter seperti menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Akibatnya Bank konvensional juga akan menaikkan tingkat suku bunganya sehingga deposan yang memiliki mind-set rational akan menarik dananya dari Bank syariah dan memindahkannya ke Bank Konvensional. Bank konvensional lebih memiliki flexibilitas dalam menyesuaikan returnnya (suku bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan didalam menarik dana masyarakat tidak hanya datang dari bank sejenis (syariah) tetapi juga datang dari bank konvensional, terutama persaingan didalam memperebutkan segmen deposan rasional.
2)   Persaingan antar Lembaga Keuangan
Persaingan antar lembaga keuangan juga mempengaruhi likuiditas bank syariah. Pada saat Bank syariah memberikan return yang rendah, para pemilik dana terutama pemilik dana rasional akan mencari alternatif lain untuk mengoptimumkan return mereka. Berbagai lembaga keuangan seperti Bank konvensional, Lembaga keuangan Bukan Bank dan Pasar uang dan modal merupakan pesaing yang harus diperhitungkan di dalam memperebutkan dana masyarakat.
2.5  Faktor Internal Likuiditas Perbankan Syari’ah
1)   Manajemen Risiko Likuiditas
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian. Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan teknologi yang digunakan untuk mendidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Risiko likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain :
a)    Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan pertumbuhan dana termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.
b)   Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non Profit Loss Sharing (PLS)
c)    Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fsilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan  tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas. Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko likuiditas, aktivitas manajemen risiko yang umumnya  ditetapkan oleh bank antara lain adalah :
a)    Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
b)   Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
c)    Membuat analisa penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank
d)   Selanjutnya bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas bank, antara lain menempatkan kelebihan dana dalam instrumen keuangan yang likuid.
e)    Menetapkan kebijakan Cash holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.
f)     Melaksanakan fungsi ALCO  (Asset-Liability committee) untuk mengatur tingkat return dan likuiditas bank.
g)   Mengatur struktur portofolio dana.
h)   Mengadakan perjanjian credit line dengan lembaga keuangan lain.

2)   Pengelolaan likuiditas
Tujuan manajemen likuiditas adalah untuk :
a)    Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari
b)   Memenuhi kebutuhan dana mendesak
c)    Memuaskan permintaan nasabah akan pembiayaan
d)   Memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
e)    Menjaga posisi likuiditas bank agar mampu memenuhi ratio yang ditentukan bank sentral,
f)    Meminimalkan idle fund


Ciri-ciri bank yang memiliki likuiditas sehat adalah :
a)    Memiliki sejumlah  alat likuid , cash asset (uang kas, rekening pada bank sentral dan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang diperkirakan,
b)   Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa harus mengalami kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh tempo,
c)    Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan uang, misalnya dengan menjual surat berharga dengan repurchase agreement.
d)   Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat yaitu :
·      Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga
Merupakan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan alat likuid bank yang tersedia. Alat likuid bank terdiri atas uang kas, saldo giro pada bank sentral dan bank koresponden. Semakin besar rasio ini semakin besar kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tetapi disisi lain mengidentifikasikan semakin besarnya idle money.
·      Ratio pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga (FDR),
Finance to deposit ratio (FDR), yang menggambarkan perbandingan pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan. Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%. Jika ratio di bawah 75% maka bank dalam kondisi kelebihan likuididitas, dan jika ratio diatas 100% maka bank dalam kondisi kurang likuid. Menurut kriteria Bank Indonesia, ratio sebesar 115% keatas nilai kesehatan likuiditas bank adalah nol.
3)   Perencanaan Likuiditas
Melakukan analisis perencanaan likuiditas yaitu mengidentifikasi kebutuhan utama terhadap likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan 3 tahap sbb:
a)    Tahap pertama
Klasifikasikan sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingkat kecepatan berputarnya. Kelompokkan dana yang sifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi. Estimasikan persentase pada masing-masing kelompok pada dana tersebut dilihat dari waktu penarikannya, maka terdapat dua jenis dana yaitu dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu meliputi tabungan dan giro wadiah serta dana yang ditarik pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharabah. Untuk memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadiah, bank syariah harus menganalisis dari pengalaman penarikan dana harian pada masa-masa sebelumnya (historical data).
b)   Tahap kedua
Kelompokkan jenis aktiva yang likuid maupun yang tidak likuid. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
c)    Tahap ketiga
Bandingkan total aktiva lancar dengan dana yang dianggap berubah-ubah (volitile). Apabila perbandingan tersebut hasilnya sama dengan satu berarti posisi kebutuhan  likuiditas persis sama dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu (Balance liquidity position).
d)   Tahap ke empat
Tententukan kebutuhan likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
·      Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh Bank Sentral, yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban cadangan (reserve requirement) yang ditetapkan oleh oleh Bank Indonesia sebesar prosentase dari dana pihak ketiga  (DPK). Dana Pihak ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada seluruh kantor bank yang bersangkutan di Indonesia.
·      Kebutuhan dana operasional.
·      Rencana penyaluran pembiayaan termasuk komitment bank kepada nasabah atau fihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen harus menjadi fokus Bank syariah.
·      Estimasi penarikan dana oleh nasabah, baik yang reguler maupun irreguler.
·      Saldo minimum pada bank koresponden.
4)   Strategi pengelolaan likuiditas
Didalam memelihara likuiditas maka faktor ekstern harus diperhatikan dan diantisipasi. Harus disadari bahwa perbankan syariah adalah industri yang masih dalam tahap permulaan sehingga belum mampu menjadi pemimpin dalam industri perbankan khususnya di Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut maka di dalam issue likuiditas ini, disamping bersaing dengan sesama bank syariah, persaingan juga terjadi  dengan bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah likuiditas dikaitkan dengan upaya pengembangan bank syariah, tuntutan deposan, profesionalitas, tingkat profitabilitas dan kepatuhan terhadap sistem syariah, bank syariah harus melakukan hal-hal berikut ini:
a)    Menggiatkan pendidikan dan sosialisasi bank Islam khususnya menjelaskan tentang aspek-aspek ekonomi dan sistem nilai keislaman kepada masyarakat. Diharapkan dengan cara ini akan memberikan dampak positif berikut :
o  Deposan/investor baru akan datang mendeposit dananya ke bank Islam,
o  Peningkatan dana baru yang masuk akan meningkatkan kemampuan ekspansi bisnis Bank Islam dan suatu saat diharapkan mampu mewarnai industri perbankan.
o  Deposan tidak terpengaruh dengan Return tinggi yang tidak halal yang ditawarkan oleh Lembaga keuangan konvensional.
b)   Terus memperbaiki dan meningkatkan kinerja bank Islam. Mengintensifkan dan fokus pada  equity based financing daripada debt based financing akan menyebabkan meningkatnya profit jangka pendek dan panjang. Saat ini terbuka kesempatan untuk menyalurkan equity based financing seperti joint financing untuk membiayai proyek-proyek pemerintah dan swasta, membeli sukuk pemerintah atau corporate,dll. Menawarkan return tinggi dan kompetitif adalah salah satu cara memelihara loyalitas segmen deposan rasional juga untuk menarik deposan baru.
c)    Memperkuat koordinasi, komunikasi dan pengertian dengan deposan/investor dan patner bisnis. Terkait dengan pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas, proses mobilisasi dana dan proses penyaluran dana menyangkut tiga komponen penting yaitu :
o  Tingkah laku masyarakat karena operasional bank syariah didasarkan pada amanah dan berbagi risiko dengan patner bisnis,
o  Harmonisasi asset dan liability,
o  Pengukuran dan monitoring dana,





BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Manajemen likuiditas merupakan perkiraan terhadap permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan. Instrumen likuiditas yang biasa digunakan dalam bank syari’ah bisa berupa : Pertama, Primary reserves, yang terdiri dari alat likuid (kas, giro pada bank sentral atau bank koresponden, dan inkaso). Kedua, Secondary reserves, yang terdiri dari instrument keuangan syariah. 
Jika terjadi kekurangan likuiditas, maka Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah perlu mengupayakan dana dari Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan jika tidak mencukupi, maka Bank Indonesia akan memberi Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dengan agunan berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Dengan didirikankan Lembaga Penjamin Simpanan, maka masyarakat yang menyimpan dananya di bank tidak perlu khawatir ketika suatu bank mengalami masalah kesulitan likuiditas. Simpanan setiap nasabah dijamin sampai batas maksimum yang telah ditentukan serta bunga/bagi hasil untuk nasabah akan dibayarkan oleh LPS. 




DAFTAR PUSTAKA

A. Karim, Adiwarman. 2010. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : Rajawali Pers.
Antoniio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta : Gema Insani.
Arifin, Zainul. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Cetakan 4.
Muhammad. 2011. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Soemitra, Andri. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta : Kencana.


judul : Manajemen likuiditas bank syari'ah
judul : Manajemen likuiditas bank syari'ah
judul : Manajemen likuiditas bank syari'ah

No comments:

Post a Comment